BAB I
PENDAHULUAN
1.1
pendahuluan.
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah
Majapahit. Menurut cerita, nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang
rasanya pahit. Ketika orang-orang Madura bersama Raden Wijaya membuka
hutan di Desa Tarik, mereka menemukan sebuah pohon maja yang berbuah
pahit. Padahal, rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu, mereka menamakan
pemukiman yang baru mereka bangun itu sebagai Majapahit.
Kerajaan Majapahit disebut sebagai kerajaan nasional Indonesia yang kedua.
Hal tersebut disebabkan oleh upaya yang besar dari kerajaan ini untuk
mewujudkan suatu cita-cita yaitu penyatuan Nusantara. Dalam perjalanan Sejarah,
upaya integrasi wilayah kepulauan Nusantara memang tidak sepenuhnya berlangsung
dengan mulus dan dilakukakan dengan cara Ksatria. Peristiwa bubat yang disusul
dengan perpecahan internal di dalam tubuh Majapahit sendiri menyebabkan
cita-cita penyatuan tidak sepenuhnya dapat dilakukan. Meskipun demikian pada
awalnya, Majapahit merupakan kerajaan yang mempunyai wibawa dan kekuatan yang
besar, sehingga kerajaan lain harus berpikir ratusan kali untuk membelot atau
memberontak terhadap kekuasaan yang ada.
Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya
(menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas bantuan Arya Wiraraja,
ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan diberi sebidang
tanah di Tarik (Mojokerto). Ketika tentara Kublai Khan menyerbu
Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang Jayakatwang.
Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik
menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. Setelah itu, Raden Wijaya
mendirikan Kerajaan Majapahit (1293) dan menobatkan dirinya dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana.
1.2
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana keadaan kehidupan politik pemerintahan pada masa Kerajaan
Majapahit?
2.
Bagaimana keadaan kehidupan sosial dan kemasyarakatan pada masa Kerajaan
Majapahit?
3.
Bagaimana keadaan ekonomi dan mata pencaharian pada masa Kerajaan
Majapahit?
4.
Bagaimana kehidupan religi dan sosial budaya pada masa Kerajaan Majapahit?
5.
Apakah yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Majapahit?
1.3
Tujuan.
untuk memberi tambahan pengetahuan kepada pembaca mengenai kehidupan
politik, sosial, ekonomi, dan religi pada masa Kerajaan Majapahit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kehidupan Politik dan Pemerintahan.
1)
Raden Wijaya.
Berdirinya Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan
Singasari. Kerajaan Singasari runtuh setelah salah satu raja vasalnya yaitu Jayakatwang
mengadakan pemberontakan. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya
yang merupakan menantu dari Raja Singasari terakhir yaitu Kertanegara.
Raden Wijaya beserta istri dan pengikutnya dapat meloloskan diri ketika
Singasari diserang Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan diri dan
pergi ke Madura untuk menemui dan meminta perlindungan Bupati Sumenep dari
Madura yaitu Aryawiraraja. Berkat Aryawiraraja juga, Raden
Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang, bahkan Raden Wijaya
sendiri diberi tanah di hutan Tarikdekat Mojokerto yang kemudian daerah itu
dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari saat
yang tepat untuk menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba
mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang masih setia pada Singasari atau
raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan untuk menghancurkan
Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol mendarat di Jawa
untuk menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Raden
Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk menyerang Jayakatwang. Raden
Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil
mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil
ditangkap dan lalu dibunuh oleh pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan serangan
balik terhadap pasukan Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil memukul
mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa menyelamatkan
diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir pasukan Kubhilai Khan, Raden
Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1293 M dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat
putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai
seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri, ia
mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi
Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan
kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada
saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan
pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya meninggal
dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya
meninggal dunia, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan
gelar Sri Jayanegara.
2)
Jayanegera.
Pada masa pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan
pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309),
Lembu Sora (1311), Juru Demung dan Gajah Biru (1314),
Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena
Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara
terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea. Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada.
Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti
berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha
(Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna
Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara
tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik perempuannya
yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit
dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani.
3)
Tribhuanatunggadewi
Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun
1331. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai
penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di
Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah
yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan
Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran,
Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali
pada tahun 1334, kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra,
dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab
Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni
meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun.
Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh
putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra mahkota Hayam
Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara dan
ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
4)
Hayam Wuruk
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk. Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat
itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah Palapa berhasil diwujudkan.
Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun
1357 dengan terjadinya peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan
Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi putri Dyah
Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar
Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat.
Di sana terjadi perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar
putri itu dipersembahkan oleh raja Pajajaran kepada raja Majapahit. Para
pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di
Bubat yang menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan
yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk
meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab surutnya kebesaran
Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang berkembang menjadi
perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki
oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah
dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan
Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya
raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
1.
Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;
2.
Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;
3.
Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
4.
Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
5.
Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
6.
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam
Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna ilang Kertaning-Bhumi” dengan
adanya peristiwa perang saudara antara Dyah Ranawijaya dengan Bhre
Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari
Kerajaan Islam Demak.
2.2
Kehidupan Sosial dan Kemasyarakatan.
Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat
yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat
kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi hanya
bersifat teoritis dalam literatur istana.
Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria,
waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di
luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang
merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam dharma, yaitu:
mengajar; belajar; melakukan persajian untuk diri sendiri dan orang lain;
membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai kesempurnaan hidup; dan
bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai pengaruh di dalam
pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang
pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa) dan
agama Buddha (Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan)
dan tempat pemukiman empu (kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat
sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri berhaji mengepalai
para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi).
Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji.
Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu: mandala,
dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan
terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja
dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan Singasari-Majapahit yang
dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja
tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami
secara meluas yang disebut sebagai wargahaji atau sakaparek.
Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan
fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar
terhadap para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang
akan mereka kuasai sebagai wakil raja.
Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan.
Mereka bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah, dan beternak.
Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum sudra yang
mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama
pada golongan brahmana.
Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut
sebagai pancama (warna kelima), yaitu:
1. Candala merupakan anak dari
perkawinan campuran antara laki-laki (golongan sudra) dengan wanita (dari
ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya, dan waisya). Sehingga sang anak
mempunyai status yang lebih rendah dari ayahnya.
2. Mleccha adalah semua bangsa
di luar Arya tanpa memandang bahasa dan warna kulit, yaitu para
pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut
agama Hindu.
3. Tuccha ialah golongan yang
merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat. Ketika mereka
diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada
pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni sesama,
mananung, mengamuk, merusak, dan memfitnah kehormatan perempuan.
Dari aspek kedudukan dalam masyarakat
Majapahit, wanita mempunyai status yang lebih rendah dari para lelaki. Hal ini
terlihat pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami
mereka saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain
mengurusi dapur rumah tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para
wanita yang sudah menikah tidak boleh bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan
sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas antara kaum pria
dan wanita.
2.3
Ekonomi dan Mata Pencaharian.
Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim.
Kedudukan sebagai negara agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan dekat
aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim tampak dari kesanggupan
angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh
nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit
menitikberatkan pada bidang pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam
setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau,
rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan banyak jenisnya,
antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan semangka.
Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit
membangun dua buah bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan
Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog
merupakan uang logam yang terbuat dari campuran perak, timah hitam, timah
putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di tengahnya.
Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata uang gobog, penduduk
Majapahit juga menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang
Ta-yuan seorang pedagang dari Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu
ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sedangkan komoditas impornya adalah
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi.
2.4
Kehidupan Religi dan Sosial Budaya.
Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta
kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk beragama Syiwa,
sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama
dengan baik.
Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa
kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha. Hal
itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam,
tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa.
Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan
agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatan untuk urusan agama
Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut
dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada
tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat
keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga.
Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga
seorang pujangga besar dengan kitabnya Negarakertagama.
Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan
candi-candi. Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama
seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit,
antara lain sebagai berikut:
1.
Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun
1365. Isinya menceritakan hal-hal sebagai berikut:
·
Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.
·
Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
·
Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah
kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar candi-candi yang ada.
·
Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada
untuk menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.
2.
Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi
riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
3.
Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab
tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh
Raja Arjunasasrabahu.
4.
Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas
siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin
menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain dadu
dengan Kurawa.
Sedangkan, karya seni sastra yang
dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara lain, sebagai berikut:
1.
Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan
Majapahit.
2.
Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3.
Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
4.
Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan
Ranggalawe.
5.
Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan
menjadi Raja Majapahit.
6.
Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh
Gajah Mada dan Aryadamar.
7.
Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke
Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di samping seni sastra, seni bangunan
juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa
Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi
Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.
2.5
Runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun
1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah
Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya,
Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah
Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami
kemunduran.
Beberapa faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut:
1)
Tidak ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan
kesatuan wilayah setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal.
2)
Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat
pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah
memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa
di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan.
3)
Terjadinya perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang
Paregreg (1401 – 1406) yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan
pusat Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan.
Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre
Wirabhumi dikenal sebagai Minakjingga yang dikalahkan oleh Raden
Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha
memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478).
4)
Masuknya agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan
kekuatan baru yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah
pantai yang masuk Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan
Majapahit.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
Dari hasil penjelasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu terakhir terbesar di Pulau Jawa.
Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293 M. Kerajaan ini berdiri di hutan Tarikdekat
Mojokerto.
Adapun raja-raja yang sempat memerintah di Kerajaan Majapahit antara lain:
1.
Raden Wijaya (1292-1309) M
2.
Jayanegara (1309-1328) M
3.
Tribhuanatunggadewi (1328-1350) M
4.
Hayam Wuruk (1350-1389) M
5.
Wikramawardhana (1389-1429) M
6.
Suhita (1429-1447) M
7.
Kertawijaya(1448-1451) M
8.
Sri Rajasawardhana(1451-1453) M
9.
Girindrawardhana(1456-1466) M
10.
Sri Singhawikramawardhana(1466-1474) M
11.
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (1474-1478) M
Di dalam makalah ini juga dijelaskan
tentang beberapa aspek kehidupan yang mengalami perkembangan dalam kerajaan
Majapahit, antara lain:
1.
Aspek politik dan pemerintahan
2.
Aspek sosial dan kemasyarakatan.
3.
Aspek ekonomi dan mata pencaharian
4.
Aspek religi dan sosial budaya
3.2
Saran.
Semoga apa yang dijelaskan di dalam makalah kami dapat dipahami dan
dipelajari oleh pembaca. Selain itu, dengan makalah ini semoga kita dapat
mengetahui sejarah-sejarah kerajaan Hindu-Buddha terutama Kerajaan Majapahit.
in conclusion with our history book club to read and discuss books that changed the way we see the past. let's visit our website here https://sejarahdunia72.blogspot.com/
ReplyDelete