HUKUM DAN KEBUDAYAAN
TAJEN
Oleh :
SEMESTER
III
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
TABANAN
2018
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Tajen
2.
Tajen
sebagai Bahan Kajian
Bab
II TABUH RAH DAN TAJEN
1.
Tabuh
Rah dan Tajen
Bab
III TAJEN PERSPEKTIF HINDU
1.
Tajen
Perspektif Hindu
2.
Tajen
Dilihat dari Sosial Ekonomi
3.
Tajen
Perspektif Hukum
BAB IV PERMASALAHAN
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen yang memberikan kuliah hukum dan
kebudayaan kali ini saya menulis makalah yang berjudul “Tajen”, sesuai dengan
judul yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa semester III kelas B yang
mengajar mata kuliah hukum dan kebudayaan. Sebagai penulis tak lupa untuk
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Anugrah dariNya
makalah ini dapat ditulis dan diselesaikan tepat pada waktunya.
Tentunya
dalam menulis makalah ini masih banyak terdpat kekurangan-kekurangan baik dalam
cara menyusun maupun isi dari makalah ini, untuk itu penulis minta maaf apabila
belum bias memuaskan pembaca, karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis ingin makalah ini bisa bermanfaat tidak hanya untuk yang membaca saja,
tapi bermanfaat juga buat teman-teman mahasiswa dan tentunya bermanfaat buat
penulis sendiri.
Atas
dukungan dari pembaca dan teman-teman mahasiswa penulis mengucapkan terima
kasih
Tabanan, Oktober 2018
I Wayan Budiarta
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Tajen
Tajen,
itulah sebutan sabung ayam di Bali. Disebut tajen, karena sepasang ayam yang
akan diadu masing-masing kaki kirinya diikatkan tali. Melalui asimilasi kata
taji, menjadi Tajen.
Tajen memang bukan sekedar sabung ayam biasa.
Tajen sebutan sabung ayam di Bali sangat berbeda engan sabung ayam yang ada di
tempat lain. Banyak kalangan mengakui bahwa tajen di Bali memang sangat khas,
unik, istimewa, bahkan memilukan. Semuanya itu dilihat mulai dari cara
mengadunya, taruhannya yang disebut toh, hingga suasana dan sensasi yang
berkembang diarea tajen. Dan memilukan ketika menyaksikan ayam yang kalah
(pecundang) yang dionggokan begitu saja setelah pertarungan, da nada ayam yang
kalah masih hidup kaki kirinya yang diikatkan taji harus dipotong untuk sekedar
mengambil tajinya yang masih terikat, ayam yang kalah dilempar begitu saja ke
sudut untuk di sembelih, sementara ayam yang menang tajinya diambil dengan
tenang, dan ayam yang menang diobati apabila ada luka-luka sampai ayam yang
menang kembali kuat.
1.2. Tajen Sebagai Bahan Kajian
Tajen
tidak hanya memikat para bebotoh, tetapi juga menarik perhatian berbagai
poneliti baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, seperti yang
dikemukakan oleh R. Goris mempublikasikan bahwa didalam prasasti Sukawana A (804
caka) tercantum kata Blindarah yang berarti pembayaran dengan darah. Dari
sinilah konon cikal-bakal istilah tabuh rah yang sangat dikenal di Bali. Tabuh
rah dilaksanakan serangkaian upacara Bhuta Yadnya yaitu upacara mecaru. Dua
ekor ayam bertaji yang berlaga pada prosesi tabuh rah itu akan ada darah yang
bertabur ketempat upacara. Tabuh rah hanya dibolehkan digeler 3 saet ayam yang
bertabuh rah.
Perkembangan
berikutnya ada suatu penyimpangan dalam tabuh rah. Tabuh rah bukan lagi digelar
3 saet tetapi sudah berubah menjadi sabungan ayam dengan jumlah saet yang
berlipat-lipat dan taruhannya tidak lagi memakai pis bolong melaikan uang
rupiah, sampai ratusan ribu rupiah bahkan bisa sampai jutaan rupiah
Bagi
sebagian orang, tajen dianggap sebagai sebuah tradisi yang membudaya. Tajen
dianggap sebagai bagian dari budaya Bali. Dan ada yang berpendapat Tajen adalah
Judi.
Tajen
memang menimbulkan kontroversial, tetapi bagi ajaran Hindu bahwa judi dilarang,
demikian juga bagi hukum positif di Indonesia, segala bentuk perjudian dilarang
digelar di Indonesia, yang tentunya akan diberi sanksi hukum bagi yang
menggelar dan ikut dalam permainan judi itu (Tajen).
BAB
II
TABUH
RAH DAN TAJEN
2.1. Tabuh Rah dan Tajen
Tabuh
rah dilaksanakan serangkaian ritual upacara agama atau mecaru. Pelaksanaan
tabuh rah ini harus dilakukan ditempat upacara pada saat mengakhiri upacara
mecaru tersebut.
Mengapa dalam tabuh rah itu harus menggunakan
ayam jantan dewasa dan harus diadu (perang satha), ayam dianggap binatang yang
paling dekat dengan manusia sehingga dianggap sebagai bagian dari keluarga
(manusia). Semula memang acara berkurban menggunakan manusia seiring
berjalannya peradaban maka manusia diganti dengan hewan. Salah satu jenis hewan
yang dianggap bagian anggota keluarga adalah ayam. Dengan demikian ayam
dianggap sesuai untuk menggantikan posisi menusia sebagai kurban.
Perjalanan peradaban manusia dengan
mempertimbangkan faktor kemanusiaan, maka kurban dengan manusia diganti dengan
simbol-simbol atau dengan binatang. Seperti diungkapkan bahwa ayam merupakan
binatang yang dianggap paling dekat dengan manusia. Dengan demikian
menggunakannya sebagai binatang kurban diyakini telah mengorbankan diri
sendiri.
Ritual tabuh rah, mengapa harus menggunakan
ayam jantan dan harus bertarung, pertarungan ayam jantan dalam tabuh rah ini
merupakan simbol dari perjuangan hidup manusia dalam proses menjalani lahir,
hidup dan mati.
Tabuh rah adalah cara untuk menaburkan darah ke
bumi pada suatu acara keagamaan, tabuh rah mengacu pada perang satha yaitu
pertempuran dua ekor ayam jago hingga darahnya bertabur kebumi. Tujuan
penaburan darah kebumi itu tiada lain untuk menyucikan tempat upacara itu, yang
bermakna untuk menyelaraskan (harmonisasi) hubungan manusia (bhuana alit)
dengan alam beserta isinya (bhuana agung).
BAB III
TAJEN PERSPEKTIF HINDU
3.1. Tajen Perspektif Hindu
Berbagai
kalangan telah keliru mempersepsikan tentang tabuh rah yang dibelokan menjadi
tajen. Persepsi yang keliru itu kerap digunakan alas an pembenaran untuk sebuah
tindakan berjudi, yaitu dalam hal ini adalah tajen.
Judi
tidak dibenarkan dalam agama hindu, bahkan dilarang. Itu dimuat dalam berbagai
kitab agama hindu, antara lain dalam Manawa Dharmasastra dan Reg Weda.
Menurut
lontar Dharmapajuden mitologi tentang tajen seakan-akan boleh dilakukan, ada
kalangan yang meragukan kebenaran mitologi itu karena dianggap tidak rasional.
Mitologi tajen disamarkan sebagai tabuh rah. Tajen seolah-olah sama dengan
tabuh rah sehingga dianggap sah sebagai suatu tindakan agama (bagian dari
upacara agama hindu). Sebenarnya tajen tetaplah judi dan hanya tabuh rahlah
yang dilakukan dengan rambu-rambu benar merupakan bagian dari upacara agam
hindu, dan dibolehkan sebanyak 3seat yang dilakukan oleh pelaksana upacara
agama, berpakaian adat Bali ditempat upacara.
Larangan Berjudi dalam Agama Hindu
Tabuh rah diadakan karena kelengkapan upacara
agama yaitu mecaru, sedangkan tajen adalah sabung ayam yang lebih mengedepankan
unsur kesenangan pelakunya. Ada taruhan uang pada tajen serta ada unsur untung
ruginya. Tajen menggunakan toh (taruhan) dan para pelakunya mendambalkan
kemenangan, tajen sangat memenuhi unsur dikategorikan sebagai judi, karena ada
taruhan dan adanya untung-untungan (gambling) pada sabung ayam yang disebut
tajen.
Sementara itu, tabuh rah adalah bagian dari
prosesi mecaru sebagai suatu bentuk dalam upacara agama, yang bermakna
harmonisasi bhuana agung dan bhuana alit. Jadi tabuh rah dan tajen adalah dua
hal yang berbeda. Tabuh rah yang dilaksanakan sesuai rambu-rambu bukanlah judi
melainkan merupakan bagian dari upacara agama hindu. Jadi jelas dapat dibedakan
bahwa tabuh tabuh rah bukan tajen dan tajen bukanlah tabuh rah. Tabuh rah dan
tajen adalah dua hal yang berbeda bahkan bertolah belakang dengan asensi yang
diusungnya.
3.2. Tajen dilihat dari Sosial Ekonomi
Keberadaan ayam kampong di Bali tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan orang Bali, karena akan digunakan sebagai sarana
berbagai jenis upacara, seperti ayam putih, biying atau brumbun untuk sarana
upacara agama, tajen secara tidak langsung ikut melestarikan ayam Bali.
Berbagai warna ayam tersebut sangat erat kaitannya dengan kegiatan adat budaya
agama Hindu.
Menurut sebagian kalangan, tajen bukan semata
persoalan negatif. Menurut kalangan ini tajen dianggap memberi kontribusi
terhadap peningkatan social ekonomi masyarakat Bali. Setidaknya terhadap
masyarakat sekitar dimana tajen diadakan, karena ketika tajen digelar berbagai
aktivitas ekonomi berlangsung ditempat tersebut.
Para pelaku tajen terutama para pengunjung
tajen, tidak semuanya bertaruh atau berjudi melainkan ada yang berbelanja saja
atau iseng menonton ayam yang diadu, ketemu teman atau relasi dan lainnya. Ada
juga mereka yang berbisnis seperti jual ayam yang siap diadu, menyewakan taji,
meminjamkjan uang dan berbagai aktivitas social lainnya seperti tukang ojek
menjadi ramai. Dari sudut pandang ekonomi banyak sekali usaha yang bergerak dan
membuka peluang kerja pada saat tajen berlangsung. Kegiatan para pedagang mulai
dari penjual kaca mata, dagang sandal, dagang nasi, dagang jamu, dagang pakaian
dan berbagai dagang yang menjual kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat.
Kegiatan penjual jasa pun tidak kalah ramainya
dari tukang cukur, tukang ojek, tukang taji, tukang kembar, tukang junjung,
dll. Penjual jasa dan kegiatan bisnis yang luar biasa ini terjadi pada saat
tajen resmi berlangsung. Aktivitas social ekonomi masyarakat betul-betul hidup
karena banyak kegiatan social dan bisnis berlangsung yang mampu menyerap tenaga
kerja. Sepertinya tidak ada suasana yang sedih wajah tetap ceria walaupun pada
saat itu ada yang sebagian bebotoh kalah namun harapan untuk menebus kekalahan
pada saat yang lain masih terbuka.
Bila ditinjau dari segi ekonomi kerakyatan
memang pada kegiatan ini peredaran uang cukup signifikan, uang beredar
dikalangan masyarakat merasakan hidup tiak sulit. Melihat fakta-fakta yang ada
bahwa sangat tidak mungkin menghapus tajen karena akan menemui kesulitan.
3.3. Tajen Perspektif Hukum
Dahulu
sebelum tahun 1981 sabungan ayam di Bali masih diberi izin, pemberian izin
penyelenggraan sabungan ayam mengacu pada instruksi bersama gubernur kepala
daerah tingkat I Bali dan Panglima Daerah Kepolisian XV Bali Nomor
Pem/348/I/C/69, Nomor Pol.13/1242/971/Res/69 diterbitkan tanggal 4 oktober 1969
adalah untuk mempertegas bahwa izin sabung ayam dapat semata-mata diadakan
untuk keperluan pembangunan dan paling banyak 3 kali tersebut berarti tajen
tanpa izin termasuk judi, dan itu merupakan kejahatan yang dapat dipidanakan.
Sebelum terbitnya intruksi bersama itu sudah ada tajen yang diberi izin tetapi
tidak sama bentuk judi diberi izin.
Lalu
atas bebagai pertimbangan dan ditemukannya berbagai penyimpangan dan
pelanggaran atas penyelenggaraan sabung ayam, maka izin atas sabungan ayam
akhirnya tidak bisa diberikan lagi pencabutan izin itu ditandai dengan
terbitnya surat keputusan bersama Gubernur Kepala Daerah Tingakt I Bali dan
Kepala Daerah Kepolisian XI Nusra Nomor : 20/Kesra.I/A/20/1981 Nomor
Pol.SKEP.08/11/1981 tanggal 20 februari 1981 tentang pencabutan intruksi
bersama Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali dan Panglima Daerah Kepolisian XV
Bali tentang izin sabungan ayam tanggal 4 oktober 1969 Nomor : Pem.348/I/C/69,
Nomor Pol.13/I/1242/Res/69. Pertimbangan pertama : dikeluarkannya surat
keputusan bersama ini adalah bahwa ternyata dalam pelaksanaannya telah banyak
disalahgunakan serta mempunyai kecendrungan kearah perjudian. Kedua : adalah
untuk mendukung suksesnya kebujaksanaan pemerintah melarang segala bentuk
perjudian diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Dan ketiga : adalah
untuk mendukung usaha pemerintah dalam rangka menciptakan stabilitas keamanan
dan ketertiban umum, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sebenarnya
hukum positif Indonesia sudah jelas-jelas melarang segala bentuk perjudian
termasuk tajen. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) perjudian jelas-jelas dilarang.
Pelarangan ini termasuk dalam pasal 303 dan 303 bis (pasal 303 bis ini diambil
dari pasal 542 dengan beberapa perubahan erdasarkan undang-undang no.7 tahun
1974).
BAB IV
PERMASALAHAN
-
Pada kalangan masyarakat masih
menganggap tajen adalah budaya dimana tajen dianggap juga sebagai tradisi dan
tajen tetap ada dalam masyarakat khususnya di Bali. Bila dilihat dari aspek
agama hindu hukumnya jelas tajen adalah judi, dan judi dilarang oleh agama dan
oleh pemerintah dalam hukum positif di Indonesia.
-
Bilamana tajen dibrangus di Bali tentu
juga akan menyisakan dampak bagi kalangan masyarakat bila dilihat dari bidang
ekonomi. Seperti peternak ayam aduan akan mengalami kerugian yang hidup ditajen
seperti jasa seorang menyewakan taji akan tidak memperoleh penghasilan lagi dan
tentunya para pedagang akan tidak berdagang lagi ditajen.
-
Diperlukan adanya pengaturan dalam
mengadakan tajen dalam suatu tempat dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
memberikan dampak yang negatif bagi anak-anak sekolah, karena tajen atau judi
itu dilarang.
-
Masyarakat perlu diberikan sosialisasi
tajen bukanlah budaya, tajen adalah judi dan judi dilarang dalam ajaran agama
Hindu, dan melanggar hukum positif di Indonesia.
BAB
V
KESIMPULAN
Tajen adalah judi dan
judi dilarang dalam ajaran Agam Hindu dan juga melanggar hhkum positif di
Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
I Dewa Gede Alit Udayana, 2017, Tajen,
Sabung Ayam Khas Bali
Comments
Post a Comment
Silahkan tambahkan komentar jika ada yang ingin di ketahui atau diberi tahu