ETNOFARMASI
USADA
TENUNG TANYALARA

Oleh:
KELOMPOK II
AGUS HENDRA SANJAYA (1801010002)
NI PUTU AYU ARI WILIYANI
(1801010008)
NI WAYAN DEVI WIRYANI (1801010012)
EKA TRISNA DEWI
(1801010020)
NI PUTU EPA RATNASARI (1801010021)
NI MADE SUARNINGSIH (1801010044)
NI KETUT SIDRI
(1801010064)
PROGRAM
STUDI DIII FARMASI
AKADEMI
KESEHATAN BINTANG PERSADA
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penggunaan sumber daya alam sekitar untuk penyembuhan dapat diasumsikan
sebagai bentuk pengobatan tertua di dunia. Hampir setiap budaya di dunia
mempunyai sistem pengobatan tradisional yang khas yang sesuai dengan karakter
budaya tersebut. Bahkan di setiap daerah juga dijumpai berbagai macam jenis
sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai obat (Dorly, 2005).
Etnofarmasi adalah multidisiplin ilmu yang menghubungkan antara
ilmu kefarmasian dengan kultur budaya dalam masyarakat. Dalam etnofarmasi
dipelajari tentang faktor-faktor penentu budaya, pengelompokan, identifikasi,
klasifikasi, pengkategorian bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional
(etnobiologi), persiapan bentuk sediaan farmasi (etnofarmasetika), interaksi
obat alam tersebut dengan tubuh (etnofarmakologi), dan aspek sosial-medis dalam
masyarakat (etnomedisin) (Pieroni et al., 2002).
Masyarakat Indonesia
yang terkenal dengan keberagaman budayanya memiliki kearifan
lokal (local wisdom). Kearifan lokal
ini menjadi alat pengendalian diri dalam pengelolaan diri sendiri dan dalam hal menjaga kesehatan fisik dan emosi
maka setiap suku memiliki pengetahuan masing-masing, di antaranya dalam
hal obat-obatan. Kekayaan pengetahuan lokal dalam bentuk obat-obatan ini di
antaranya diwarisi masyarakat dari nenek moyang yang direkam dalam manuskrip.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di
Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak dulu. Saat ini
masyarakat Indonesia secara umum semakin banyak menuju paradigma “Back to Nature” dengan memilih
menggunakan bahan alami untuk mengatasi masalah kesehatan. Di Indonesia
khususnya di Bali, masih memiliki budaya
pengobatan yang dianggap cukup manjur dan masih dipercayai oleh masyarakatnya
untuk menanggulangi penyakit yang ada. Secara umum pengobatan tradisional adalah cara
pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara turun
temurun, atau berguru dan diterapkan sesuai norma yang
berlaku dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Sedangkan
pengobatan tradisional Bali (usada) yang dikenalkan oleh para leluhur merupakan
ilmu pengetahuan penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu.
Usada adalah
ilmu pengobatan tradisional Bali, yang sumber ajarannya terdapat pada
lontar. Lontar masalah pengobatan di Bali dapat dibagi
menjadi dua golongan yakni golongan lontar usadha dan lontar
tutur. Di dalam lontar tutur (tatwa) berisi tentang
ajaran aksara gaib atau wijaksara. Ajaran anatomi, phisiologi,
falsafah sehat-sakit, padewasaan mengobati orang sakit, sesana balian, tatenger
sakit. Sedangkan di dalam Lontar Usada berisi tentang cara
memeriksa pasien, memperkirakan penyakit (diagnosa), meramu obat (farmasi),
mengobati (terapi), memperkirakan jalannya penyakit (prognosis), upacara yang
berkaitan tentang masalah pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) (Sukantra (1992).
Di dalam lontar usada, secara mitologi
tumbuh-tumbuhan dikatakan dapat berbicara dan menceritakan khasiat dirinya.
Cara penggunaan obat yang terdapat dalam Lontar Usada, pada umumnya dilakukan secara tradisional
seperti dijadikan loloh atau obat minum, tutuh (pemberian obat dengan jalan
mengisap cairan melalui hidung atau dengan meneteskan pada hidung), boreh
(parem), urap atau usug (obat gosok), ada pula yang berupa minyak yang
dioleskan pada tubuh. Bagian-bagian dari tumbuhan yang dapat digunakan dalam
pengobatan menurut usada bermacam-macan mulai dari daun, bunga, buah,
biji, kulit batang, getah, akar, rimpang maupun keseluruhan bagian tumbuhan
tersebut.
Lontar usada merupakan lontar yang
menguraikan tentang penyakit, nama-nama penyakit, pemberian obat
penyembuhan dengan cara-caranya, mempunyai kemungkinan untuk memberikan sumbangan dalam dunia kesehatan
Kata usada berasal dari kata ausadhi yang dalam bahasa Sansekerta berarti tanaman yang mengandung khasiat
obat. Dalam Lontar Usada dikemukakan berbagai penyakit dan ramuan obat
yang berbeda-beda dan memiliki banyak variasi. Penerapan pengobatan yang
dilakukan mulai dari cara yang biasa dan ringan sampai kepada cara yang agak
berat dan jarang, sehingga dilakukan berulang-ulang dan berganti-ganti
sampai penyakit tersebut benar-benar sembuh (Suwidja, 1991).
Diperkirakan terdapat kurang lebih
50.000 lontar usada yang tersebar di seluruh desa di pulau Bali. Beberapa macam
naskah usada tersebut diantaranya Usada
Buduh, Usada Dalem, Usada Edan, Usada Mala, Usada Rare, Usada Sasah Bebai,
Usada Tiwang, Usada Tiwas Panggung, Usada Tetengger Beling, Usada Tenung
Tanyalara, Usada Tumbal, Usada Upas, Usada Taru Premana dan Usada Rukmini
Tatwa.
Beberapa data penelitian dari
tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa di Bali masih banyak masyarakat yang menggunakan bahan obat tradisional sebagai upaya
menjaga kesehatan. Masyarakat Bali memiliki
tradisi usada sebagai tradisi pengobatan. Praktik pengobatan ini berlanjut
hingga kini. Sejak dahulu usada sangat terkenal dan populer di dalam kehidupan
masyarakat Bali. Hal itu dibuktikan oleh
banyaknya manuskrip yang ditulis di atas lontar dalam bahasa dan aksara Bali
yang disebut dengan lontar usada (Mu’jizah, 2016).
Untuk itu pengembangan pengobatan
tradisional yaitu usada perlu digali dan dikembangkan sehingga pengobatan
tradisional khususnya usada Tenung Tanyalara dapat disebarluaskan dan memperkenalkan
nilai-nilai tradisional kepada masyarakat
luas sehingga warisan yang diwariskan dari nenek moyang dapat dilestarikan dan
terus dapat digunakan secara turun-temurun. Hal ini juga
berkontribusi besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang pengobatan/kesehatan.
1.2 TUJUAN
1.
Mengetahui definisi dan tujuan penggunaan Usada Tenung Tanyalara
2.
Mengetahui jenis,
cara pengolahan dan tujuan pengobatan dari tanaman
yang digunakan dalam Usada Tenung Tanyalara
3.
Menjelaskan tanaman yang digunakan dalam Usada Tenung Tanyalara yang telah terbukti secara ilmiah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 USADA
TENUNG TANYALARA
1. Definisi Usada
Usada Tenung
Tanyalara merupakan salah satu naskah yang memuat mengenai pengobatan
tradisional di Bali yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengobatan
tradisional. Kata usada berasal dari kata ausadhi yang dalam bahasa
sansekerta berarti tanaman yang mengandung khasiat obat-obatan (Nala, 1993). Usada Tenung Tanyalara menceritakan tentang Sistem Pengobatan Tradisional yaitu cara
mendiagnosa, bagaimana cara membaca suatu penyakit, hari-hari baik untuk
berobat, nama-nama jenis obat (Suwidja, I.K, 1991).
Menurut
Usada Tenung Tanyalara efek empiris tanaman obat yang terdapat di dalamnya
digolongkan menjadi 4 penggolongan penyakit yaitu berbagai keadaan demam, sakit
pada uluhati, cekehan (batuk), dan bengkak pada kulit. Namun dari hasil pendataan,
efek empiris tanaman obat yang terdapat dalam lontar Usada Tenung Tanyalara
tidak hanya terbagi menjadi 4 golongan tetapi dapat dibagi menjadi 6
penggolongan yaitu berbagai keadaan demam, gangguan pada pernapasan, gangguan
pada sistem pencernaan, nyeri pada tubuh, bengkak dan gatal pada kulit, serta
penyakit lain-lainnya (Wahyuni, 2013).
Bentuk
sediaan obat dalam usada digolongkan menjadi dua berdasarkan cara penggunaannya
yang meliputi obat dalam dan obat luar.
a.
Obat
dalam adalah obat yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut yaitu berupa loloh
dan melalui hidung atau telinga yaitu berupa tutuh.
b.
Obat
luar adalah obat yang digunakan pada luar tubuh berupa usug, oles, uap/urap,
bedak, obat sembur, tempel, kompres, urut, gosok dan ses (Nala, 2002).
2. Dasar pengobatan
Dalam usada
tenung tanyalara, pengobatan didasarkan pada pengetahuan penyembahan yang
dibagi menjadi 2 bagian yaitu Usada ( peraturan, resep dan obat-obatan) dan
tutur (ajaran atau tafsiran). Sedangkan perhitungan waktu dalam penalaran suatu
penyakit dan penyembuhan tidak didasarkan pada ilmu falak, melainkan para
balian atau dukun memakai oton yaitu suatu jangka waktu yang terdiri dari 210
hari.
3. Tujuan penggunaan Usada
Usada tenung
tanyalara ditujukan untuk mengobati penyakit seperti keadaan demam, gangguan pada pernapasan,
gangguan pada sistem pencernaan, nyeri pada tubuh, bengkak dan gatal pada
kulit, serta penyakit lain-lainnya (Wahyuni, 2013).
2.2 TABEL NAMA TANAMAN OBAT DALAM USADA
TENUNG TANYALARA
No.
|
Nama Tanaman
|
Nama Latin Tanaman
|
Kegunaan
|
Cara Penggunaan
|
1
|
Ketumbar
|
Coriandrum
sativum
|
Obat untuk sakit panas-dingin.
|
Digunakan dengan cara membedaki kepada yang sakit.
Ketumbar, lengkuas, empelas hari. Bahan tersebut di dadah kemudian bedakkan
kepada yang sakit.
|
2
|
Bawang
putih
|
Allium
sativum
|
Perut sakit dan panas seluruh tubuh.
|
Untuk menyembur perutnya yaitu kulit pohon kelor,
dicampur lada, daun nangka 3 helai, bawang tutuh, jerangau, ketumbar babelong
dan ras merah 13 biji
|
3
|
Daun
dapdap
|
Erythrina
onodiphyla
|
Sakit panas
|
Digunakan untuk membedaki penderita yang dibuat dengan
campuran bahan : daun dapdap yang jatuh dari pohonnya dan menghadap ke atas,
ubi-ubian yang bagian paling tengah kulit kelapa yang warna kulit buah hijau
dan ketan.
|
4
|
Lempuyang
|
Zingiber zerumbet (L)
|
Panas serta gelisah
|
Tutup lobang pantat dengan bahan lempuyang , jeruk,
diisi minyak kelapa kemudian bungkus dengan air pisang, lalu dibakar hingga
betul-betuk masak
|
5
|
Kunyit
|
Curcuma
domestica
|
Untuk mengobati Tidak ada nafsu makan
Sakit perut hingga membengkak dan jangkeh
|
Kunyit warangan 1 takaran, dicampur dengan 1 takaran
daun sembung, adas padas, kemudian dadah secukupnya. Lalu gunakan untuk
mengobati.
Kunyit warangan, bawang putih, jerangau, asam yang
telah lama dalam penyimpanan, daun sunti 1 helai, disertai dengan rajah
Badawang, lalu semburkan dengan daun sunti kemudian tampel penyakit si
penderita tersebut.
|
6
|
Adas
|
Foeniculum
Vulgare
|
Badan panas, gelisah dan ingin muntah. Sakit perut.
|
Akar pohon gelenggang besar, unteng bawang, adas pedas,
dan air santan yang telah mendidih dicampur dengan daun ampelas jari yang
telah tua dicampur dengan garam.
|
7
|
Lengkuas
|
Alpinia galanga (L.)
|
Badan panas dingin
|
Dibuatkan bedak dengan campuran bahan daun dingin-dingin,
lengkuas, pohon kaliaga, matang bawang putih dan sintok yang telah
dipanggang.
|
8
|
Kencur
|
Kaempferia
galanga
|
Badan panas ngiyap dan maluwang
|
Perut disembur dengan campuran bahan yaitu lada 3 biji,
cekur dan musi
|
9
|
Temulawak
|
Curcuma
xanthorizza
|
Badan panas, gelisah dan ingin muntah
|
Dibuat bedak dengan campuran bahan temulawak, kumbek,
empelas hari, ketumbar, musi, kelapa yang telah di bakar dan air anis.
|
10
|
Sintok
|
Cinnamomum
sintoc)
|
Badan panas dingin
|
Dibuatkan bedak dengan campuran bahan daun
dingin-dingin, lengkuas, pohon kaliaga, matang bawang putih dan sintok yang
telah dipanggang.
|
2.3 TANAMAN OBAT DALAM USADA
TENUNG TANYALARA YANG
TELAH TERBUKTI
SECARA ILMIAH
1.
Kunyit
( Curcuma
domestica Val.)

a.
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta 28
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
b.
Kandungan
Kimia
Rimpang mengandung
minyak atsiri yang terdiri dari seskuiterpen (35% tumeron, 25% zingeberen,dan
12% artumeron), monoterpen (simen, sibenen, felandren, sineol dan burneol),
pinen, kamfen, carane, myrcene, terpinen, limonen, terpinnolen, sineol,
curcume, cadinene, elemene, caryopilene, tarnesene, numelene, bisabolene,
seskui felandren, curcumene, turmerol,
aflantone. Selain itu juga mengandung alkaloid, polifenol, saponin, kamper,
asam kapriliat, asam metoksianamat, tolimetikarbonil,
desmeto kurkumin, bisdesmetoksi kurkumin, resin, pati, amilum, anilin,
gom, getah, dan minyak lemak (Sutomo, 2009). Kunyit juga mengandung sekitar 2% minyak atsiri (tersusun dari a- dan b-turmerone), monoterpene, 5% kurkuminoid, sebagian besar kurkumin, minerals, carotene and vitamin C. Konstituen
utamanya adalah kurkumin (Somchit, 2002).
c.
Efek Farmakologi Menurut Penelitian
1. Penambah nafsu
makan
Kurkumin yang terkandung di dalam
kunyit memiliki khasiat yang dapat mempengaruhi nafsu makan karena dapat
mempercepat pengosongan isi lambung sehingga nafsu makan meningkat dan
memperlancar pengeluaran empedu sehingga meningkatkan aktivitas saluran
pencernaan, selain itu kurkumin akan menstimulasi proses pengeluaran empedu
sehingga aktivitas saluran pencernaan akan meningkat (Purwanti, 2008).
2.
Anti
inflamasi
Selain
sebagai antioksidan, kurkumin juga teruji klinis berkhasiat sebagai
antiinflamasi (Deodhar, 1980). Penelitian lain menunjukkan hasil bahwa kunyit
juga memiliki aktivitas sebagai anti
inflamasi. Kandungan senyawa
kurkumin yang terdapat pada
kunyit merupakan bahan aktif dari kunyit yang memiliki aktivitas sebagai anti
inflamasi. Kurkumin
akan menginhibisi pembentukan
prostaglandin dimana prostagladin
ini akan menekan enzim siklooksigenase sehingga dapat menyebakan penurunan
dalam menurunkan pembentukan edema, dimana
semua dosis pada kurkumin memiliki efek antiinflamasi tetapi efek yang paling
besar di hasilkan oleh konsentrasi 1000 mg/ml dimana dapat menekan edema
sebesar 78,37 % sehingga dilihat dari persentase aktifitas ini sudah mencukupi
digunakan sebagai suatu senyawa untuk antiinflamasi (Rustam, 2007).
3.
Antibakteri
Berdasarkan
suatu penelitian, ekstrak rhizoma kunyit memiliki aktivitas antibakteri pada
beberapa strain bakteri seperti bakteri gram positif ( Staphyloccoccus aureus,
Staphyloccoccus epidermidis) dan gram negatif (E.coli, Pseudomonas aeruginosa,
Salmonella typhimurium). Fraksi minyak atsiri dari ekstrak rhizoma kunyit
menunjukkan efek yang paling aktif sebagai antibakteri (Rambir, 2002).
2.
Adas (Foeniculum vulgare
Mill.)
![]() |
a.
Klasifikasi
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliosida
Ordo :
Apiales
Famili :
Apiaceae
Genus :
Foeniculum
Spesies :
Foeniculum vilgare Mill.
(Verma et al, 2011).
b.
Kandungan
Kimia
Adas mengandung minyak atsiri (Oleum
Foenculi) 1-6%, mengandung 50-60% anetol, lebih kurang 20% fenkon, pinen,
limonen, dipenten, felandren, metilchavikol, anisaldehid, asam anisat, dan 12%
minyak lemak (Agromedia, 2008).
c.
Efek Farmakologi Menurut Penelitian
1. Antibakteri
Dari hasil penelitian mengenai
pengujian daya antibakteri ekstrak buah adas terhadap pertumbuhan bakteri
M. Luteus secara in vitro, diperoleh hasil bahwa ekstrak buah adas memang
memiliki daya antibakteri yang mampu membunuh bakteri. Konsentrasi ekstrak buah
adas yang dapat bekerja sebagai antibakteri yaitu 100%-3,13% ditandai dengan
tabung yang masih berwarna coklat. Sedangkan adanya pertumbuhan bakteri
ditandai dengan adanya kekeruhan. Pada
konsentrasi ekstrak 0,78% nilai kekeruhan melonjak naik, hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak buah adas dalam tabung telah habis, dan menyebabkan tidak adanya
senyawa yang menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil uji MBC ekstrak
buah adas mempunyai aktivitas membunuh atau bersifat bakterisidal
terhadap bakteri M. luteus. Zat yang berperan aktif dalam buah adas adalah
minyak atsiri dan flavonoid. Minyak atsiri ekstrak buah adas mengandung senyawa
fenol yang terdiri dari chavacrol dan chavicol. Mekanisme kerja senyawa fenol
dalam membunuh sel bakteri yaitu dengan cara mendenaturasi protein dari
sel bakteri. Akibat terdenaturasinya protein sel bakteri, maka semua aktivitas
metabolisme sel terhenti, sebab semua aktivitas metabolisme sel bakteri
dikatalisis oleh enzim yang merupakan protein (Kusdarwati dkk, 2010).
Senyawa flavonoid memiliki kemampuan
membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen.
Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung potein
menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak dengan
adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri
kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri
terganggu dan sel bakteri akan dihapus akibat mengalami lisis yang berakibat pada
kematian sel bakteri (Harborne, 1987). Flavonoid juga menyebabkan
perubahan pada membran sel bakteri yang diikuti dengan masuknya air yang tidak
terkontrol ke dalam sel bakteri, hal ini menyebabkan pembengkakan sel bakteri
dan akhirnya pecah. Pecahnya membran sel bakteri ini juga menyebabkan kematian
sel bakteri (Black dan Jacobs, 1993). Isolat bakteri diperlukan dalam pengujian
efektivitas ekstrak buah adas untuk dapat menghambat dan membunuh bakteri
tersebut. Semakin tinggi konsentrasi senyawa antibakteri yang digunakan maka
akan semakin cepat bakteri terbunuh. Tetapi penggunaan konsentrasi yang tinggi
dalam pengobatan juga tidak dianjurkan karena disamping menimbulkan resistensi,
penggunaan konsentrasi yang tinggi dapat bersifat toksik pada hospes, serta
kurang ekonomis dalam pemakaiannya. Hasil penelitian tentang daya antibakteri
ekstrak buah adas terhadap bakteri M. luteus dapat dikatakan
bahwa ekstrak buah adas memiliki daya antibakteri dan efektif sebagai obat
antibakteri yang aman.
2.
Penelitian
lain yang dilakukan secara in vitro menunjukkan bahwa minyak atsiri biji dan
batang adas (masing-masing dengan konsentrasi 40 dan 80 mg/L dalam nikotinamid)
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif (E. Coli, Serrantia marcesence, Klebsiella pneumonia) dan gram
positif (Staphylococcus aureus).
Minyak atsiri ini memiliki aktivitas antibakteri paling maksimal terhadap
Serrantia marcesence (El-Adly, 2007).
3.
Analgesik
Penelitian
mengenai khasiat adas yang ditemukan baru mencapai tahap uji preklinis yang
dilakukan pada tikus. Berdasarkan uji preklinis yang dilakukan, kandungan
minyak atsiri dari adas memberikan efek analgesik (Ozbek, 2006). Pada
penelitian yang dilakukan pada tikus Spragua Dawley yang sebelumnya telah
diinduksi dengan etanol, diketahui bahwa pemberian ekstrak kering bagian aerial
adas memiliki efek sebagai antiulser (Birdane F,M, 2007)
3.
Bawang
Putih (Allium sativum L.)

a.
Klasifikasi
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Liliopsida
Ordo :
Aspargales
Famili :
Alliaceae
Genus :
Allium
Spesies :
Allium sativum
(Kumar dkk., 2010)
b.
Kandungan Kimia
Beberapa manfaat bawang putih bagi kesehatan yang
telah banyak dipelajari antara lain ialah sebagai antibakteri, antioksidan,
antijamur, antiprotozoa, dan lain sebagainya. Aktivitas antibakteri dalam
ekstrak bawang putih ini berspektrum luas, efektif terhadap bakteri gram
positif dan juga gram negatif (Onyeagba dkk, 2004). Komponen utama dalam bawang
putih yang dipercaya bertanggung jawab atas potensi antibakteri dan potensi
terapeutik lain pada bawang putih ialah kandungan sulfur dalam bawang putih
(Uzodike, 2005). Diantaranya ialah Diallyl thiosulfinate (allicin) dan juga
Diallyl disulfide (ajoene), minyak atsiri dan flavonoid (Dusica et al., 2011).

Mekanisme antibakteri kandungan bawang putih
c.
Efek Farmakologi Menurut Penelitian
1.
Umbi bawang
putih dapat dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati tekanan darah
tinggi, gangguan pernafasan, sakit kepala, ambeien, sembelit, luka memar atau
sayat, cacingan, insomnia, kolesterol, flu, gangguan saluran kencing, dan
lain-lain. Sedangkan berdasarkan penelitian- penelitian ilmiah yang telah
dilakukan, umbi bawang putih dapat digunakan sebagai obat anti-diabetes,
anti-hipertensi, anti-kolesterol, anti-atherosklerosis, anti-oksidan,
anti-agregasi sel platelet, pemacu fibrinolisis, anti-virus, anti-mikrobia, dan
anti- kanker. Senyawa bioaktif utama bawang putih adalah alliin, allisin,
ajoene, kelompok allil sulfida, dan allil sistein. Efek samping dan toksisitas
bawang putih tidak ditemukan sehingga, aman untuk dikonsumsi (Hernawan dan
Ahmad Dwi Setyawan, 2003).
2.
Antibakteri
Bawang putih memiliki efek farmakologi
sebagai antibakteri. Sebuah
studi in vivo telah dilakukan untuk membuktikan efektivitas dari ekstrak bawang
putih terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Tsao tersebut, dilakukan pengamatan terhadap enam belas mencit yang
diinjeksi MRSA-PBS via vena diekornya, kemudian mencit-mencit tersebut
diberikan ekstrak bawang putih dengan kadar 50% dan 100% secara oral. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dengan efektif
dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh MRSA pada plasma tikus, hepar,
limpa serta ginjal mencit (Tsao et al., 2003).
Penelitian lain menunjukkan bahwa
pemberian ektrak air bawang putih 50 mg/100 ml secara per oral pada marmut
jantan selama tujuh hari menunjukkan aktivitas antihiperlipidemia melalui
mekanisme peningkatan kadar enzim lipase (Barium, 2006).
3.
Antimikroba
Uji secara in vitro menunjukkan bahwa umbi lapis bawang putih menjanjikan
sebagai agen antimikroba. Konsentrasi
hambat minimum (MIC) dan bakterisida minimum konsentrasi (MBC) bawang putih untuk
mengontrol strain Staphylococcus aureus ATTC 25923 dan isolat klinis S. aureus
dan P. aeruginosa ditentukan menggunakan metode pengenceran agar. Semua
organisme yang diuji dihambat oleh 134mg / ml untuk P. aeruginosa dan 201mg /
ml untuk S. Aureus dari persiapan mentah bawang putih kecuali organisme kontrol
dan isolat klinis S. aureus, yang dihambat oleh 201mg / ml ekstrak bawang putih
mentah. Studi ini menunjukkan bahwa dalam ketiadaan dari ekstrak, sel-sel
tumbuh dengan kepadatan tinggi dalam waktu 1 jam 30 menit pada 37 OC. Sel
diperlakukan dengan Ekstrak bawang putih berkurang jumlahnya dan mati.
Persentase layak pada 201 mg / ml adalah 0% untuk keduanya bakteri Sukrosa dan
MgSO4 menstabilkan dan melindungi sel-sel. Pada 67, 134 dan 201 mg / ml dari
ekstrak di hadapan sukrosa ini dan MgSO4, 47, 4 dan 0% sel P. aeruginosa yang
giat.
Pemeriksaan
mikroskopik carbol fuschin dan sel bernoda Giemsa menunjukkan bahwa sel yang diperlakukan dengan bawang putih
lebih besar ukurannya daripada yang tidak diobati; dan utuh dan pasti nuklei
masih kurang. Perbedaan dapat dikaitkan dengan perbedaan genetik di antara
organisme dan perbedaan dalam mode aksi ekstrak bawang putih. Tidak ada isolat
tahan terhadap bawang putih, membuatnya menjadi agen antimikroba yang
menjanjikan (Alli, JA, 2011).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Pentingnya pengembangan Usada berkontribusi besar
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
pengobatan/kesehatan. Hal ini dilakukan supaya pengobatan tradisional khususnya Usada Tenung
Tanyalara dapat disebarluaskan dan memperkenalkan nilai-nilai tradisional
kepada masyarakat luas sehingga warisan yang
diwariskan dari nenek moyang dapat dilestarikan dan terus dapat digunakan
secara turun-temurun.
2. Efek farmakologis tanaman yang telah terbukti:
a.
Kunyit
( Curcuma
domestica Val.)
: antibakteri, antioksidan dan antiinflamasi.
b. Adas (Foeniculum vulgare Mill.) : analgesik dan antibakteri
c. Bawang
Putih (Allium sativum L.) : antimikroba dan antibakteri.
DAFTAR
PUSTAKA
Alli JA, Boboye BE, Okonko IO,
Kolade AF, Nwanze JC. 2011. In-vitro assessments of the effects of
garlic (Allium sativum) extract on clinical isolates of Pseudomonas
aeruginosa and Staphylococcus aureus. Adv. Appl. Sci. Res., 2011, 2
(4):25-36
Agromedia.
2008. BukuPintarTanamanObat. Jakarta: PT AgromediaPustaka.
Bariun, Hasyim, R. Thayeb, F. Nonci, dan Tahirah.
2008. Perubahan Kadar Enzim Lipase Marmot Setelah Pemberian Jus Bawang Putih. Prosiding Kongres Ilmiah XVI: 682-683.
Dusica
P, Vesna D, Ljubisa B, Mihajlo Z. 2011. Allicin and related compounds:
biosynthesis and pharmacological activity. Phys Chem Tech. Vol 1: 9- 20.
El-Adly.
A. A., E. Abadat and F.A. Gharib. 2007. Antibacterial Effects of Low Power
Laser Light and Volatile Oil of Fennel (Foeniculum vulgare var. dulce) on
Gram-positive and Gram-negative Bacteria. International Journal of
Agriculture & Biology 9(1): 22-26.
Hughes, B.G. dan L.D. Lawson. 1991. Antimicrobial
Effects of Allium sativum L.
(Garlic), Allium ampelaprasum L.
(Elephant Garlic) and Allium cepa
(onion), Garlic Compound and Comercial Garlic Supplementation Products. Phytother Res 5: 154-158.
Kusdarwati
Rahayu, Ludira Sari dan AKhmad Taufiq Mukti, 2010, Daya Antibakteri Ekstrak
Buah Adas (Foeniculum vulgare) terhadap Bakteri Micrococcus luteus Secara in Vitro, J urnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2,No. 1.
Mu’jizah. 2016. Naskah Usadha
Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Bali. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia,Vol 3(2),2016. 191-200
Nala, N.
1993. Usada Bali Cetakan I. Denpasar: Upada Sastra. Hal. 18; 92-93.
Ozbek, Hanefi. 2005. The Anti-inflammatory Activity
of the Foeniculum vulgare L. Essential Oil and Investigation of its
Median Lethal Dose in Rats and Mice.International Journal of Pharmacology 1(4):329-331
Purwanti. 2008.
Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap
Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Broiler. Thesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sutomo. Agung Kurniawan. I Made R. Pendit. 2009. Tanaman
Obat Usada Kebun Raya Bali. Tabanan: LIPI Press, anggota Ikapi. Hlm
127-128.
Suwidja,
I.K. 1991. Berbagai Cara Pengobatan Menurut Lontar Usada Pengobatan
Tradisional Bali. Singaraja: Toko Buku Indra Jaya.
Hal. 149-172.
Tsao
S, Hsu C, Yin M. 2003. Garlic extract and two diallyl sulphides inhibit
methicillin resistant Staphylococcus aureus infection in BALB/cA mice. J
antimicrob chem. Vol 52: 974-980.
Wahyuni, N.N.S, Warditiani, N.K., Leliqia,
N.P.E.2013. Profil Data Pengobatan dalam Usada Tenung Tanyalara
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana.
Comments
Post a Comment
Silahkan tambahkan komentar jika ada yang ingin di ketahui atau diberi tahu